Senin, 31 Oktober 2011

makalah pendidikan

kata pengantar
Alhamdullilah, kami panjatkan ke hadirat Illahi Robbi, yang telah memberikan rahmat dan taufiqNya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas pembuatan buku ajar ini. Shalawat serta salam kami haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW, karena beliaulah yang telah memberikan kita petunjuk dan jalan yang terang.
Dengan ditulisnya buku mata pelajaran agama ini, diharapkan Madrasah Tsanawiyah (MTs) atau SLTP berciri khas islam dapat memberikan nilai tambah dalam bidang keagamaan bagi siswanya dalam rangka meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM). Diharapkan siswa MTs memiliki kepribadian muslim yang mapan setelah menyelesaikan program pembelajarannya di MTs.
Penyelesaian penulisan buku ini tak lepas dari segala bantuan berbagai pihak yang selama ini telah membantu penulis. Untuk itu secara khusus kami sampaikan terima kasih kepada : A. Jauhar Fuad, M.Pd.I selaku Dosen Pembimbing Mata Kuliah Media Pengajaran, Suami dan Anakku yang selalu memberi dukungan, Kedua Orangtuaku dan semua teman-teman yang terkasih.
Dalam penulisan buku ini, disadari bahwa masih banyak kekurangan dan kelemahan terutama dalam bidang isi dan sistematika uraiannya. Maka dari itu, tegur sapa dan koreksi serta saran dari semua pihak sangat diharapkan guna perbaikan dan penyempurnaan buku ini, sehingga kedepan akan diusahakan perbaikan dan penyempurnaan sebagaimana mestinya.
Kami harapkan buku ajar ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya, sehingga membuahkan hasil sebagaimana diharapkan.

Kediri, Mei 2011

Penulis

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................................................... 1
Daftar isi ................................................................................................................................... 2
Silabus ...................................................................................................................................... 3

BAB I : PENDAHULUAN .................................................................................................... 4

BAB II : AKHLAK TERPUJI TERHADAP ALLAH
1. Ikhlas ............................................................................................................... 6
2. Khauf................................................................................................................ 7
3. Taubat.............................................................................................................. 8

BAB III : AKHLAK TERCELA TERHADAP ALLAH
1. Riya’................................................................................................................ 11
2. Kufur .............................................................................................................. 16
3. Syirik................................................................................................................. 18
4. Nifaq ................................................................................................................ 22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................. 26

STANDAR KOMPETENSI DAN KOMPETENSI DASAR
AQIDAH AKHLAK KELAS VII

NO STANDAR KOMPETENSI KOMPETENSI DASAR

1.
Menerapkan akhlak terpuji kepada Allah dan menghindari akhlak tercela kepada Allah dalam kehidupan sehari-hari.
1. Menjelaskan pengertian dan pentingnya ikhlas, khauf, dan taubat.
2. Menunjukkan dalil naqli akhlak terpuji ikhlas, khauf, dan taubat.
3. Mengidentifikasi bentuk dan contoh perilaku ikhlas, khauf, dan taubat.
4. Membiasakan diri berprilaku ikhlas, khauf dan taubat dalam kehidupan sehari-hari.
5. Menjelaskan pengertian riya, kufur, syirik, dan nifaq.
6. Menunjukkan dalil akhlak tercela terhadap Allah seperti riya, kufur, syirik dan nifaq
7. Mengidentifikasi bentuk dan contoh-contoh perbuatan riya, kufur, syirik dan nifaq
8. Membiasakan diri untuk menghindari berakhlak tercela dalam kehidupan sehari-hari.

Pendidikan Agama Islam (PAI) bertujuan untuk meningkatkan keimanan, penghayatan dan pengalaman siswa tentang agama Islam sehingga menjadi muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT, serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Alisuf : 1999, 75). Namun dalam hal ini Pendidikan Agama Islam yang akan kami bahas adalah mata pelajaran Aqidah Akhlak di Madrasah, khususnya Madrasah Tsanawiyah. Karena menurut hemat penulis mata pelajaran aqidah akhlak sebagai salah satu rumpun pelajaran Agama dan berkaitan secara langsung dengan tingkah laku siswa. Hubungan aqidah dan akhlak sangat erat. Aqidah adalah dasar yang diyakini oleh setiap muslim dan disebut keimanan, sedang akhlak merupakan pancaran dari aqidah itu dalam diri seseorang.
Mata pelajaran aqidah akhlak bertujuan untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan peserta didik yang diwujudkan dalam akhlaknya yang terpuji, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang aqidah dan akhlak Islam, sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dan meningkat kualitas keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
Pengertian aqidah akhlak terdiri dari dua kata yaitu aqidah dan akhlak yang mempunyai pengertian secara terpisah. Aqidah berasal dari kata aqoid ( عقائد) bentuk jamak dari kata (عقيده) yaitu sesuatu yang wajib dipercayai atau diyakini hati tanpa keraguan (Mahmud Yunus : 1973, 275). Aqidah menurut syara’ ialah : iman yang kokoh terhadap segala sesuatu yang disebut dalam Al-Qur’an dan Hadits shahih yang berhubungan dengan tiga sendi Aqidah Islamiyah, yaitu : Ketuhanan, Kenabian, dan Alam kebangkitan. Sedangkan Akhlak dilihat dari segi bahasa adalah berasal dari bahasa Arab, jamak dari kata Khuluk (خلق) yang artinya perangai atau tabiat (Humaidi : 1982, 7). Dalam ensiklopedi pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khalik-Nya dan terhadap sesama manusia (Soegarda: 1976, 9). Sementara itu Imam Al-Ghazali dalam bukunya Ihya Ulumuddin menyatakan Akhlak adalah sifat-sifat yang tertanam dalam jiwa, yang

menimbulkan segala perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pikiran dan pertimbangan.
Dalam kurikulum 2004 materi yang terdapat dalam ruang lingkup Aqidah akhlak mencakup : Aspek aqidah terdiri atas keimanan kepada sifat Wajib, Mustahil dan Jaiz Allah, keimanan kepada kitab Allah, Rasul Allah, sifat-sifat dan Mu’jizat-Nya dan Hari Akhir, Aspek akhlaq terpuji yang terdiri atas khauf, taubat, tawadlu, ikhlas, bertauhid, inovatif, kreatif, percaya diri, tekad yang kuat, ta’aruf, ta’awun, tafahum, tasamuh, jujur, adil, amanah, menepati janji dan bermusyawarah dan Aspek akhlaq tercela meliputi riya’, kufur, syirik, nifaq, munafik, namimah dan ghibah.
Akhlak dalam wujud pengamalannya di bedakan menjadi dua: akhlak terpuji dan akhlak yang tercela. Jika sesuai dengan perintah Allah dan rasulnya yang kemudian melahirkan perbuatan yang baik, maka itulah yang dinamakan akhlak yang terpuji, sedangkan jika ia sesuai dengan apa yang dilarang oleh Allah dan rasulnya dan melahirkan perbuatan-perbuatan yang buruk, maka itulah yang dinamakan akhlak yang tercela. Akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada Tuhan selain Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji demikian Agung sifat itu, yang jangankan manusia, malaikatpun tidak akan menjangkau hakekatnya. Akhlak Al-mazmumah (akhlak yang tercela) adalah sebagai lawan atau kebalikan dari akhlak yang baik / terpuji sebagaimana tersebut di atas.
Dari penjelasan diatas, tulisan ini berusaha menjelaskan tentang akhlak terpuji terhadap Allah dan Akhlak tercela terhadap Allah serta dalil-dalil yang menyebutkannya, akhlak terpuji kepada Allah tentang ikhlas, khauf dan taubat sedangkan akhlak tercela terhadap Allah seperti riya, kufur, syirik dan nifaq. Dan hal ini diharapkan dapat membentuk peserta didik beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT serta memiliki akhlaq mulia. Mengembangkan dan membangun akhlak yang mulia merupakan tujuan sebenarnya dalam setiap pelaksanaan pendidikan. Sejalan dengan tujuan itu maka semua mata pelajaran atau bidang studi yang diajarkan kepada peserta didik haruslah memuat pendidikan akhlak dan oleh karena itu setiap guru mengemban tugas menjadikan dirinya dan peserta didiknya berakhlak mulia.

A. IKHLAS
Ikhlas adalah melakukan suatu pekerjaan baik semata-mata karena Allah. Orang yang ikhlas tidak mengharapkan sesuatu balasan, kecuali dari Allah, niat yang ikhlas menjadi syarat diterimanya ibadah, baik ibadah dalam arti luas maupun dalam arti sempit. Contoh sholat, puasa, zakat, shodaqoh, membaca Al Qur’an. Firman Allah :
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُ وااللهَ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ حُنَفَاءَ (البينة : 5)
Artinya :
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah kepada Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus” (QS Al Bayyinah : 5)
لَا يَقْبَلُ اللهُ مِنَ الْعَمَلِ اِلَّا مَا كَا نَ لَهُ خَا لِصًا وَابْتَغِى بِهِ وَجْهَهُ (رواه ابن ماجه)
Artinya :“Allah tidak akan menerima sedikitpun dari amal perbuatan kecuali yang dikerjakan dengan ikhlas dan hanya mengharap keridhaan Allah” (HR Ibnu Majah)
B. KHAUF
Khauf artinya takut kepada allah dengan mempunyai perasaan khawatir akan azab Allah yang akan ditimpakan kepada kita. Maka pengertian takut kepada Allah adalah berusaha untuk mendekat kepada Allah. Cara untuk dekat kepada Allah yaitu mengerjakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Firman Allah Surat An-Nur 52 :
وَمَنْ يُطِعِ اللهَ وَرَسُولَهُ, وَيَخْشَ اللهَ وَيَتَّقْهِ فَأُوْلئِكَ هُمُ الْفَا ئِزُوْنَ (النور : 52)
Artinya :
“Dan barangsiapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertaqwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat kemenangan”

Alasan manusia takut kepada Allah :
1) Karena kekuasaan dan keagungan Allah
2) Karena balasan Allah
3) Karena taufiq dan hidayah yang diberikan kepada manusia
4) Karena rahmat dan nikmat yang dilimpahkan kepada manusia
Orang yang takut kepada Allah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Mereka yang beriman kepada yang ghaib
2) Mereka yang mendirikan sholat
3) Mereka yang menafkahkan sebagian rezekinya
4) Mereka yang beriman kepada Allah
5) Mereka yang percaya kepada hari kiamat

Dalam hadits Rasulullah disebutkan :
ثَلَاثٌ مُنْجِيَاتٌ : خَشْيَه اللهِ فِى السِّرِّ وَالعَلَانِيَةِ , وَالعَدْلُ فِى الرِّضَا وَالْغَضَبِ , وَالْقَصْدُ فِى الفَقْرِ وَالغِنَى (رواه ابو الشيخ)
Artinya :
“Ada tiga perkara yang dapat menyelamatkan manusia yaitu takut kepada Allah di tempat yang tersembunyi maupun yang terang, berlaku adil pada waktu rela maupun pada waktu marah, hidup sederhana pada waktu kaya maupun pada waktu miskin” (HR Abu syaikh).

C. TAUBAT
Taubat dan Nadam mempunyai hubungan yang erat tidak bisa di pisahkan, sebab seseorang yang bertaubat tidak akan mengulangi lagi karena ada unsur penyesalan (nadam). Taubat adalah meninggalkan perbuatan dosa dengan penyesalan yang diiringi niat untuk tidak mengulangi lagi perbuatan tersebut. Firman Allah dalam surat At Tahrim : 8 :
يَأَيُّهَا النَّبِى جَهِدِ الكُفَّارَوَالْمُنَفِقِيْنَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَ هُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِيْرُ (التحريم : 8)
Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubat yang semurni-murninya, mudah-mudahan Tuhan kamu menghapuskan kesalahan-kesalahan dan akan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir di bawah sungai-sungai”.
(QS At Tahrim : 8)
Adapun taubat yang baik adalah menyesali perbuatan dosa didalam hati, memohon ampun dengan lisan dan banyak membaca istighfar. Setelah melakukan penyesalan dalam hati dan berdoa, maka diikuti dengan perubahan sikap dan perbuatan, yakni meninggalkan perbuatan yang buruk dan menggantikan dengan perbuatan yang baik. Yang perlu diperhatikan agar taubat itu diterima oleh Allah SWT, yaitu :
a) Menghentikan perbuatan maksiat dan dosa
b) Menyesali segala dosa yang diperbuat
c) Berjanji dengan sepenuh hati untuk tidak mengulangi perbuatan dosa
d) Jika dosa itu berkaitan dengan orang lain, maka harus minta maaf atau menggantinya terlebih dahulu kepada orang yang bersangkutan.
Adapun bagi orang yang bertaubat itu ada 4 tingkatan, disesuaikan dengan kondisi jiwanya :
a) Taubat nasuha yaitu orang yang bertaubat dengan sebenar-benar taubat. Semua perbuatan dosa yang dilakukan tidak diulangi lagi selama hidupnya, kecuali kesalahan-kesalahan kecil yang tidak disengaja dilakukannya. Orang tersebut memiliki nafsu mutmainnah yaitu orang yang jiwanya tenang.
b) Orang yang bertaubat, semua dosa besar tidak pernah diulangi. Namun terkadang melakukan dosa kecil tanpa sengaja, tapi ia cepat sadar dan taubat, dengan selalu waspada agar tidak terulang. Jiwa yang selalu memperingatkan diri ini disebut nafsu lawwamah.
c) Orang yang bertaubat dengan disertai tidak mengulangi lagi. Namun ia sering tidak berdaya melawan hawa nafsu untuk berbuat dosa. Setiap perbuatan dosa ia segera melakukan taubat. Jiwa seperti ini disebut nafsu musawalah
d) Orang yang bertaubat, setelah itu melakukan perbuatan dosa dan tidak ada penyesalan dalam dirinya atas dosa yang dilakukan dan terus menerus melakukan maksiat. Jiwa seperti itu dikuasai nafsu yang jahat, dan disebut nafsu amarah.

A. RIYA’
1. Pengertian Riya’
Kata riya’ berasal dari bahasa Arab yaitu (الرِّيَاءُ) yang berarti memperlihatkan atau pamer, yaitu memperlihatkan sesuatu kepada orang lain, baik barang maupun perbuatan baik yang dilakukan, dengan maksud orang lain dapat melihatnya dan akhirnya memujinya. Riya’ adalah berbuat kebaikan/ibadah dengan maksud pamer kepada manusia agar orang mengira dan memujinya sebagai orang yang baik atau gemar beribadah seperti shalat, puasa, sedekah dan sebagainya. Dengan kata lain Riya’ adalah beramal bukan karena Allah tetapi karena ingin dilihat dan dipuji oleh manusia. Nama lain daripada riya’ adalah sum’ah. Kalau riya’ itu memperlihatkan amal sedangkan sum’ah itu menceritakan amal kebajikan agar memperoleh kedudukan dihati mereka dan selalu memperdengarkan segala amalan yang telah dilakukan supaya orang lain memberi perhatian dan keistimewaan.
Ciri-ciri riya’ :
Orang yang riya’ berciri tiga, yakni apabila dihadapan orang dia giat tapi bila sendirian dia malas, dan selalu ingin mendapat pujian dalam segala urusan. Sedangkan orang munafik ada tiga tanda yakni apabila berbicara bohong, bila berjanji tidak di tepati, dan apabila diamanati dia berkhianat. (HR.Ibnu Babawih)
Orang yang riya’ maka amal perbuatannya akan sia-sia belaka.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia” (QS.Al Baqarah : 264)
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya’. (Al Maa’uun : 4-6)
“Sesungguhnya riya’ adalah syirik yang kecil” (HR Ahmad dan Al Hakim)
Imam Al Ghozali mengumpamakan orang yang riya’ itu sebagai orang yang malas ketika dia hanya berdua saja dengan rajanya. Namun ketika ada budak sang raja hadir, baru dia bekerja dan berbuat baik untuk mendapatkan pujian dari budak-budak tersebut. Nah orang riya juga demikian, ketika hanya berdua dengan Allah sang Raja Maha Raja, dia malas dan enggan beribadah, tapi ketika ada manusia yang tak lebih dari sekedar hamba/budak Allah, maka dia jadi rajin shalat, bersedekah dan sebagainya untuk mendapat pujian dari para budak. Penyakit riya’ ini selalu ingin mendapatkan sanjungan dan pujian dari orang lain, serta bersikap munafik karena suka menutup-nutupi kelemahan dan hanya menonjolkan kelebihan saja. Agar terhindar dari riya’ kita harus meniatkan segala amal kita untuk Allah ta’ala (Lillahi ta’ala).
2. Bentuk-bentuk (contoh) perbuatan riya’
Penyakit riya’ dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a) Riya’ jali yaitu ibadah atau kebaikan yang sengaja dilakukan didepan orang lain dengan tujuan tidak untuk mengangungkan Allah, melainkan demi mencari pujian dari orang lain
b) Riya’ khafi yaitu melakukan ibadah atau kebaikan secara terang-terangan dengan maksud agar ia dihormati dan dimuliakan oleh masyarakat. Riya’ ini merupakan penyakit hati yang sangat halus atau samar
Bentuk-bentuk (contoh) perbuatan riya’ antara lain sebagai berikut:
a) Seorang siswa mau melaksanakan tugas piketnya dengan baik sesudah guru masuk ke kelas, dengan harapan guru menilai bahwa siswa tersebut tergolong siswa yang rajin melaksanakan tugas
b) Seseorang menyantuni anak yatim dihadapan banyak orang agar orang banyak menilai dirinya sebagai orang dermawan dan baik hati.
Selain contoh diatas, perbuatan riya itu bisa timbul dalam berbagai kegiatan antara lain:
a) Riya’ dalam beribadah
Apabila ada diantara jama’ah atau karena dilihat orang biasanya memperlihatkan kekhusu’an, ruku’, sujud dipanjangkan begitu juga dengan wirid dan do’anya, dengan harapan ingin mendapatkan pujian sebagai orang yang tekun beribadah.
b) Riya’ dalam bersedekah
Memberikan sedekah bukan karena ingin menolong orang dengan ikhlas, akan tetapi karena ingin dicap sebagai dermawan dan pemurah.
c) Riya’ dalam berpakaian
Memakai pakaian yang bagus, perhiasan yang mahal dan beraneka ragam, dengan harapan ingin disebut dengan orang yang kaya, mampu, melebihi orang lain.
d) Riya’ dalam berbagai kegiatan
Bekerja seolah-olah bersemangat, padahal dalam hatinya tidak demikian. Rajin bekerja apabila ada pujian tetapi apabila tidak ada yang memuji, semangatnya menjadi turun. Orang yang riya’ biasanya bersifat sombong, angkuh, seolah-olah dirinya yang paling mampu, paling kaya, paling baik, paling pandai dan sebagainya.
3. Larangan berbuat riya’
Riya’ termasuk larangan dalam islam, karena Allah SWT dengan telah tegas melarang perbuatan ini. Allah berfirman sebagai berikut :
يَاَيُّهَا الَذِيْنَ أَمَنُوْ الَا تُبْطِلُواصَدَقَتِكُمْ بِالْمَنِّ وَالأَذَى كَا لَّذِي يُنْفِقُ مَا لَهُ رِئَآءَ النَّا سِ. (البقراه : 264)
Artinya :
“Hai, orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya’ kepada manusia” (QS.Al Baqarah : 264)
Firman diatas secara terang melarang kita merusak pahala amal dengan cara menyebut-nyebut atau menyakiti hati orang yang menerimanya, apapun dan seberapapun kebaikan yang dilakukan seseorang apabila diikuti dengan dua hal tersebut, sia-sialah amalnya. Orang-orang yang riya’ juga tergolong orang yang mendustakan agama, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Maa’uun ayat 1-7 yaitu :
أَرَءَيْتَ الَّذِى يُكَذِّ بُ بِالدِّ يْنِ . فَذَ لِكَ الَّذِى يَدُعُّ الْيَتِيْمَ . وَلَا يَحُضُّ عَلَى طَعَامِ الْمِسْكِيْنِ . فَوَيْلُ لِّلْمُصَلِّيْنَ . الَّذِ يْنَ هُمْ عَنْ صَلَا تِهِمْ سَاهُوْنَ . الَّذِيْنَ هُمْ يُرَآءُوْنَ . وَيَمْنَعُوْنَ الْمَا عُوْنَ .
(الماعون : 1-7)
Artinya :
Tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama ? itulah orang yang menghardik anak yatim. Dan tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari salatnya, yang berbuat karena riya’. Dan enggan (menolong) barang berguna”.(QS.Al Maa’uun : 1-7)
4. Akibat buruk riya’
Setiap pelanggaran terhadap agama, pasti berakibat buruk bagi pelakunya. Adapun akibat buruk riya’ antara lain sebagai berikut :
a) Menghapus pahala amal baik
b) Tidak selamat dari bahaya kekafiran karena riya’ sangat dekat hubungannya dengan sikap kafir
c) Mendapat dosa besar riya’ termasuk perbuatan syirik. Rasullulah SAW bersabda :
أَخْوَفُ مَاأَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ فَسُئِلَ عَنْهُ فَقَالَ الرِّيَاءُ.
Artinya :“Sesuatu yang amat aku takuti yang menimpa kamu ialah syirik kecil. Nabi di tanya tentang hal itu, maka beliau menjawab ialah riya’ “.
5. Perilaku menghindari riya’
Perilaku menghindari riya’ antara lain :
a) Melatih diri untuk beramal secara ikhlas, walaupun sekecil apapun yang dilakukan
b) Mengendalikan diri agar tidak merasa bangga apabila ada orang lain yang memuji amal baik yang dilakukan
c) Menahan diri agar tidak emosi apabila ada orang lain yang meremehkan kebaikan yang dilakukan
d) Tidak suka memuji kebaikan orang lain dengan berlebih-lebihan karena hal itu dapat mendorong pelakunya berbuat riya’
e) Melatih diri untuk bersedekah secara sembunyi-sembunyi untuk menghindari sanjungan orang lain

B. KUFUR
1. Pengertian Kufur
Pengertian kufur menurut bahasa berasal dari kata: kafara ( كفر ) artinya menutupi sesuatu, tidak berterimakasih dan ingkar. Sedangkan pengertian kufur menurut istilah adalah mengingkari Allah atas segala karunia yang telah diberikan kepadanya baik berupa petunjuk agama, karunia pancaindra, rizki, rahmat dan berbagai nikmat yang tak terhitung banyaknya dilimpahkan kepada manusia. Allah SWT berfirman :
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَ نَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ اِنَّ عَذَابِ لَشَدِيْدٌ (ابراهم : 7)
Artinya :
“Sesungguhnya jika kamu bersyukur pasti kami akan menambah nikmat kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari nikmatku (kufur) maka sesungguhnya azabku sangat pedih” (Q.S.Ibrahim ayat : 7)
Manusia yang kufur yakni manusia yang mengingkari nikmat Allah adalah manusia yang tidak berterimakasih kepada Allah. Manusia semacam ini akan diazab (disiksa) Allah dengan azab yang pedih. Azab Allah ini bisa terjadi di dunia dan pasti terjadi di akhirat. Adakalanya manusia yang kufur langsung diazab Allah didunia, adakalanya Allah masih memberi kesempatan untuk bersyukur tidak segera mengazabnya. Tetapi apabila memang manusia itu tidak lagi dapat bersyukur maka azab Allah akan segera diturunkan dimuka bumi ini dengan berbagai bencana, seperti kelaparan, penyakit yang tidak dapat disembuhkan, bencana alam dan sebagainya.
Contoh perbuatan yang dapat menyebabkan seorang manusia itu terperosok dalam kekufuran adalah tidak mengakui kebenaran islam, beriman tetapi tidak patuh, tidak percaya adanya Allah, mengingkari kebenaran Allah dan mengingkari nikmat Allah.
2. Bentuk-bentuk dan contoh perbuatan kufur
a) Kufur Zindiq adalah tidak mengakui kebenaran islam, tetapi berpura-pura sebagai pemeluk islam dengan tujuan menghancurkan islam
b) Kufur Inadi adalah beriman kepada Allah tetapi tidak patuh dalam melaksanakan hukum-hukum Allah
c) Kufur Muththil adalah tidak percaya sama sekali akan adanya Allah
d) Kufur Zuhud adalah mengingkari akan kebenaran agama Allah
e) Kufur Nikmat adalah mengingkari nikmat Allah
Sebagai mana firman Allah SWT dalam Surat An Nahl ayat : 18
وَاِنْ تَعُدُّ وَانِعْمَةَ اللهِ لَا تَحْصُوْهَا إِنَّ اللهَ لَغَفُوْرٌرَحِيْمٌ (النحل : 18)
Artinya :
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (An-Nahl : 18)
Serta dalam Surat Al Zumar ayat : 3
اِنَّ اللهَ لَا يَهْدِي مَنْ هُوَ كدِ بٌ كَفَّاٌر (الزمر : 3)
Artinya :
“Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar” (Az Zumar : 3)
Manusia yang mengingkari nikmat Allah SWT disebut orang kafir, sebab manusia disebut tidak berterimakasih kepada Allah yang telah memberikan nikmat kepadanya. Allah telah banyak memberikan nikmat kepada manusia seperti nikmat sehat, nikmat makan, nikmat tidur, nikmat nafas, nikmat melihat, nikmat mendengar dan sebagainya.
Adapun contoh dari kufur nikmat adalah :
a) Orang sehat selalu maksiat, kesehatannya digunakan dengan sia-sia
b) Orang kaya selalu berfoya-foya, berjudi, tidak menafkahkan hartanya di jalan Allah
c) Orang kuasa untuk menindas orang lain, bukan untuk menolong orang lain
d) Orang pintar untuk menipu, bukan untuk membangun dan mensejahterakan umat
e) Orang yang dapat melihat, mendengar, berjalan dsb, tidak digunakan untuk beribadah, beramal saleh, malah berbuat kerusakan dan kejahatan.
Manusia yang demikian ini adalah manusia yang mengingkari nikmat Allah yang diberikan kepadanya. Maka manusia yang demikian disebut manusia yang kufur nikmat, manusia yang kufur nikmat akan mendapatkan siksa Allah, baik didunia maupun diakhirat.

C. SYIRIK
1. Pengertian Syirik
Syirik menurut bahasa berasal dari kata syarika ( شَرِكَ ) artinya bersekutu atau berserikat. Sedangkan syirik menurut istilah ialah mempersekutukan Allah dengan yang lain, atau mempersamakan Allah sebagai pencipta (Al Kholik) dengan yang diciptakan (makhluk) baik zat, sifat, kekuasaan dan sebagainya.
Syirik adalah suatu dosa yang sangat besar dan tidak bisa diampuni Allah. Maka orang yang mempersekutukan Allah (Musyrik) adalah orang yang paling celaka dihadapan Allah. Sering manusia terperosok kedalam perbuatan syirik baik disengaja maupun tidak disengaja. Manusia berbuat syirik secara disengaja disebabkan mereka telah mengingkari adanya Allah, mereka dengan sengaja menggantungkan diri kepada kekuatan gaib selain Allah seperti kepada setan, berhala dan sebagainya. Adapula manusia yang mengaku beriman kepada Allah tetapi masih meyakini pula akan kekuasaan lain selain Allah. Keyakinan semacam ini tergolong syirik, walaupun orang itu telah mengerjakan sholat untuk menyembah Allah. Apalagi bila didalam kamar rumahnya masih ada patung-patung atau benda-benda yang dipujanya untuk keselamatan agar terhindar dari malapetaka.
Karena banyaknya kepercayaan-kepercayaan lama yang masih menyelimuti pemikiran manusia dan sering menyebabkan timbulnya syirik, maka masalah syirik ini harus dihindari benar-benar oleh setiap muslim. Dalam keadaan yang kalut, manusia amat mudah sekali terjebak dalam perbuatan syirik. Karena kemiskinan yang menjerat dirinya terkadang lupa pergi ke kuburan, bersemedi mencari kekayaan dengan meminta-minta kepada pohon yang besar, meminta-minta kepada arwah nenek moyang dan sebagainya. Dalam keadaan senang pun manusia terkadang terjebak dalam kemusyrikan. Sebagai contoh ada orang yang percaya bahwa karena burung perkutut yang dipeliharanya itulah banyak mendatangkan rezeki sehingga ia hidup jaya.
Perbuatan syirik yang sering terjadi pada kebanyakan manusia antara lain :
a) Menyembah selain Allah
Yaitu melakukan penyembahan terhadap patung (berhala), matahari, jin, syetan, roh nenek moyang dan sebagainya.
اَفَرَءَ يْتُمُ اللَّتَ وَ الْعُزَّي وَمَنَوةَ الثَّالِثَةَ الْاُخْرى (النجم : 19-20)
Artinya :
“Apakah kamu menganggap berhala lata, uzza dan manat ketiga yang paling akhir (sebagai Tuhan yang lain dari Allah)”. (An Najru : 19-20)
لَاتَسْجُدُ وْالِلشَّمْسِ وَالَا لِلْقَمَرِ وَاسْجُدُ وَاللهِ الَّذِيْ خَلَقَهُنَّ (فصلت : 37)
Artinya :
“Dan janganlah kamu bersujud (menyembah) kepada matahari dan bulan, tetapi bersujudlah kepada yang telah menciptakan keduanya” (Fushilat : 27)

b) Percaya kepada jimat
Percaya bahwa batu cincin dapat menolak kejahatan, keris dapat menyembuhkan penyakit, dan sebagainya yang dianggap sebagai benda yang mempunyai kekuatan gaib sebagai jimat. Sabda Rasullullah SAW :
اِنَّهُ رَاىَ رَجُلًا فِي يَدِهِ خَيْطٌ مِنَ الْحُمَّى فَقَطَعَهُ وَتَلَا قَوْلَهُ تَعَاَلى : وَمَا يُؤْمِنُ اَكْثَرُهُمْ بِاللهِ وَهُمْ مُشْرِكُوْنَ . (رواه ابن حيتم)
Artinya :
“Sesungguhnya dia melihat seseorang yang memakai benang ditangannya untuk menolak sakit panas, maka ia memutuskannya dan membaca firman Allah dan tidaklah beriman kebanyakan mereka kepada Allah tetapi mereka itu orang-orang musyrik” (HR Abu Hatim)
c) Sihir
Yaitu meminta pertolongan kepada syetan atau jin untuk melakukan suatu tindakan atau perbuatan yang dapat membahagiakan atau mencelakakan manusia lain dengan jampi-jampi atau mantera-mantera. Rasullullah SAW bersabda :
مَنْ عَقَدَ عُقْدَةً ثُمَّ نَفَتَ فِيْهَا فَقَدْ سَحَرَ وَمَنْ سَحَرَ فَقَدْ أَشْرَكَ
(رواه النسائ)
Artinya :
“Barangsiapa yang melihat suatu ikatan, kemudian menghembusnya, maka sesungguhnya ia telah menyihir dan barangsiapa yang menyihir maka sesungguhnya ia telah musyrik” (HR. An Nasa’i)
d) Tenung
Yaitu melakukan perbuatan menenung atau mendatangi tukang tenun untuk dimintai pertolongan dalam rangka memenuhi keperluannya melalui perbuatan tenung tersebut. Sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Muslim sebagaiberikut :
مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَئَلَهُ عَنْ شَئٍ فَصَدَّ قَهُ بِهَا يَقُوْلُ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةُ
أَرْبَعِيْنَ يَوْمًا (رواه مسلم)
Artinya :
“Barangsiapa yang mendatangi tukang tenun, lalu ia menanyakan sesuatu kepadanya, lantas dibenarkan apa yang diucapkannya itu, tidak diterima sholatnya selama 40 hari”.
e) Menganggap diri sebagai Tuhan
Yaitu syirik nafsu, seakan dirinya adalah segala-galanya yang wajib dipuja dan disembah, seperti qorun (orang paling kaya pada zamannya) dan fir’aun (menganggap dirinya Tuhan karena kesombongannya atas pangkat dan kekuasaan)
f) Syirik kecil
Yaitu perbuatan riya, yakni orang yang beramal bukan karena Allah tetapi ingin dipuji orang. Rasullulah SAW bersabda :
أَخْوَفُ مَاأَخَافُ عَلَيْكُمْ الشِّرْكُ الْأَصْغَرُ فَسُئِلَ عَنْهُ فَقَالَ الرِّيَاءُ.
Artinya :
“Sesuatu yang amat aku takuti yang menimpa kamu ialah syirik kecil. Nabi di tanya tentang hal itu, maka beliau menjawab ialah riya’ “.

D. NIFAQ
1. Pengertian nifaq
Secara bahasa, kata nifaq (نِفَا قَ) berarti berpura-pura dalam agamanya. Secara istilah berarti sikap yang tidak menentu, tidak sesuai antara ucapan dan perbuatannya. Orang yang mempunyai sifat nifaq disebut munafiq (bermuka dua).
Rasulullah dalam sebuah hadits mengingatkan kepada kita tentang bahaya orang-orang munafiq, dari luar kelihatan baik, tetapi hatinya sangat jahat. Mereka juga pandai bersilat lidah, perkataannya sangat menakjubkan dan meyakinkan, tetapi perbuatannya bertentangan dengan ucapan mereka sendiri. Nifaq menurut syara’ mempunyai arti menampakkan keislaman dan kebaikan tetapi menyembunyikan kekufuran dan kejahatan. Orang yang munafiq itu adalah orang-orang yang keluar dari syari’at. Allah ta’ala menjadikan orang-orang munafiq lebih jelek dari orang-orang kafir. Sebagaimana firman-Nya dalam surat An Nisa:145 sebagai berikut :
إِنَّ الْمُنَفِقِيْنَ فِى الدَّرْكِ الاَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَن تَجِدَ لَهُمْ نَصِيْرًا
(النساء : 145)
Artinya :
“Sesungguhnya orang-orang yang munafiq itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka. Dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolongpun bagi mereka”. (QS. An Nisa : 145)
2. Jenis-jenis nifaq
a. Nifaq i’tiqodi (keyakinan)
Nifaq i’tiqodi yaitu nifaq besar, dimana pelakunya menampakkan keislaman tetapi menyembunyikan kekufuran. Jenis nifaq ini menjadikan pelakunya keluar dari agama dan berada didalam kerak neraka. Ada 4 macam nifaq i’tiqodi:
1) Mendustakan Rasulullah atau mendustakan sebagian dari apa yang beliau bawa
2) Membenci Rasulullah atau membenci sebagian apa yang beliau bawa
3) Merasa gembira dengan kemunduran agama Rasulullah
4) Tidak senang dengan kemenangan agama Rasulullah
b. Nifaq ‘amali (perbuatan)
Nifaq ‘amali yaitu melakukan sesuatu perbuatan orang-orang munafiq, tetapi masih ada iman di dalam hati. Nifaq jenis ini tidak mengeluarkan dari agama, tetapi merupakan wasilah (perantara) kepada yang demikian.
Nifaq besar Nifaq kecil
Mengeluarkan pelakunya dari agama islam Tidak mengeluarkan pelakunya dari agama islam
Berbedanya yang lahir dengan yang bathin dalam hal keyakinan Berbedanya yang lahir dengan yang bathin dalam hal perbuatan
Tidak terjadi dari seorang mukmin Bisa terjadi dari seorang mukmin
Pada ghalibnya pelaku nifaq besar tidak bertaubat Pelakunya dapat bertaubat kepada Allah, sehingga Allah menerima taubatnya
Perbedaan antara nifaq besar dan nifaq kecil diantaranya :

3. Larangan bersifat nifaq
Islam melarang umatnya bersifat nifaq. Sebaliknya, islam mewajibkan bersifat jujur atau benar. Allah SWT berfirman sebagai berikut :
يَاَ يُّهَا الَّذِيْنَ أَمَنُوْااتَّقُوْااللهَ وَقُوْلُوْاقَوْلًاسَدِ يْدًا (الحزاب : 70)
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar” (QS Al Ahzab: 70)
Rasulullah SAW bersabda sebagai berikut :
عَنْ عَبْدِاللهِ مَسْعُوْدٍ رَضِي اللهُ عَنْهُ عَنْ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : اِنَّ الصِّدْ قَ يَهْدِى اِلَى الْبِرِّ وَاِنَّ البِرَّ يَهْدِى اِلَى الْجَنَّةِ وَاِنَّ الرَّجُلَ لَيَسْدُ قُ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَاللهِ صِدِّيْقًا , وَاِنَّ الْكَذِ بَ يَهْدِى اِلَى الفُجُوْرَيَهْدِى اِلَى النَّارِ, وَاِنَّ الرَّجُلَ لِيَكْذِبَ حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّابًا (متفق عليه)
Artinya :
“Dari Abdullah bin ma’ud, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan dan kebaikan itu membawa surga. Dan seseorang membiasakan dirinya berkata jujur sehingga ia dicatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur. Dan dusta membawa kepada kemaksiatan, sedangkan kemaksiatan membawa ke neraka. Dan seorang suka berdusta hingga dicatat disisi Allah sebagai pendusta” (HR Al Bukhari).
4. Akibat buruk sifat nifaq
Sebagaimana akhlak tercela yang lain, nifaqpun berakibat buruk bagi diri sendiri dan orang lain. Adapun akibat buruk sifat nifaq, antara lain sebagai berikut :
a. Bagi diri sendiri
1) Tercela dalam pandangan Allah SWT dan sesama manusia sehingga dapat menjatuhkan nama baiknya sendiri
2) Hilangnya kepercayaan dari orang lain atas dirinya sendiri
3) Tidak disenangi dalam pergaulan hidup sehari-hari
4) Mempersempit jalan untuk memperoleh rezeki karena orang lain tidak mempercayai lagi
5) Mendapat siksa yang amat pedih kelak dihari akhir
b. Bagi orang lain
1) Menimbulkan kekecewaan hati sehingga dapat merusak hubungan persahabatan yang telah terjalin dengan baik
2) Membuka peluang munculnya fitnah karena ucapan atau perbuatannya yang tidak menentu
3) Mencemarkan nama baik keluarga dan masyarakat sekitarnya sehingga merasa malu karenanya.
5. Membiasakan diri menghindari sifat nifaq
Adapun upaya untuk menghindari diri dari sifat nifaq antara lain selalu menyadari bahwa :
a. Nifaq merupakan larangan agama yang harus dijauhi dalam kehidupan sehari-hari
b. Nifaq akan merugikan diri sendiri dan orang lain sehingga dibenci dalam kehidupan masyarakat
c. Nifaq tidak sesuai dengan hati nurani manusia (termasuk hati munafik sendiri)
d. Kejujuran menentramkan hati dan senantiasa disukai dalam pergaulan.


Alisuf Sabri, 1999, Ilmu Pendidikan, Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya
Depag RI, 1995, Buku Pelajaran Aqidah Akhlak untuk Madrasah Tsanawiyah Jilid 1c, Dirjen Pembinaan Kelembagaan Depag RI
Humaidi Tatapangsara 1982, Pengantar Kuliah Akhlak, Surabaya: PT Bina Ilmu, Cet. Ke 2
Mahmud Yunus, 1973, Kamus Arab Indonesia, Jakarta: Hidayat Karya Agung,
Soegarda Purwakartja1976, Ensiklopedi Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung
Tiem Al Azhar, 2008, LKS Aqidah Akhlak kelas VII semester ganjil, Gresik: CV Putra Kembar Jaya
_______________, 2008, LKS Aqidah Akhlak kelas VII semester genap, Gresik: CV Putra Kembar Jaya
Tiem Karima, 2008, LKS Aqidah Akhlak kelas VII semester genap, Solo: Media Karima
Umam Chatibul, dkk, 2003, Aqidah Akhlak untuk Madrasah Tsanawiyah kelas I, Kudus: Muara Kudus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar