BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Kesehatan, pendidikan, dan ekonomi
merupakan tiga pilar utama penentu
kualitas Sumber Daya Manusia (SDM)
di Indonesia. Laporan United Nations
Development
Programme (UNDP)
menunjukkan bahwa pada tahun 2004,
Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indonesia menduduki peringkat 111
dari 177 negara, lebih rendah
dibandingkan dengan peringkat IPM negara-
negara di Asia Tenggara. Rendahnya
IPM di Indonesia sangat dipengaruhi
oleh rendahnya status gizi dan
kesehatan penduduk (Dinkes, 2009).
Gizi yang baik adalah gizi yang
seimbang, artinya asupan zat gizi harus
sesuai dengan kebutuhan tubuh.
Kebutuhan nutrisi pada setiap orang berbeda-
beda berdasarkan unsur metabolik dan
genetikanya masing-masing
(Supariasa, 2002). Keseimbangan zat
gizi yang tidak terpenuhi dalam jangka
waktu lama dapat membuat seseorang
mempunyai status gizi yang buruk
(severe malnutrition).
Menurut Sediaoetama (2000), anak
sekolah atau masa kanak-kanak
pertengahan merupakan salah satu
kelompok yang rentan terhadap
ketidakcukupan gizi, sehingga anak
sekolah harus dipantau agar
ketidakcukupan gizi bisa dihindari.
Anak sekolah adalah anak yang berusia 6-
12 tahun, memiliki fisik lebih kuat
dibandingkan balita atau anak usia
prasekolah, mempunyai sifat
individual serta aktif dan tidak bergantung
dengan orang tua. Biasanya
pertumbuhan putri lebih cepat daripada putra.
Kebutuhan gizi anak sebagian besar
digunakan untuk aktivitas pembentukan
dan pemeliharaan jaringan (Moehji,
1992). Kelompok anak sekolah pada
umumnya mempunyai kondisi gizi yang
lebih baik daripada kelompok balita.
Meskipun demikian, masih terdapat
berbagai kondisi gizi anak sekolah yang
tidak memuaskan, misalnya: berat
badan yang kurang, anemia defisiensi Fe,
defisiensi vitamin C, dan di
daerah-daerah tertentu juga dijumpai defisiensi
Iodium (Sediaoetama, 2000).
Tiga faktor yang mempengaruhi
kejadian gizi buruk secara langsung,
yaitu: anak tidak cukup mendapat
makanan bergizi seimbang, anak tidak
mendapat asupan gizi yang memadai
dan anak mungkin menderita penyakit
infeksi (Dinkes, 2009).
Pada usia 7 tahun, seorang anak
memasuki tahap operasional konkret,
karena pada saat ini anak sudah
mulai dapat berpikir lebih logis daripada
tahap sebelumnya (praoperasional)
sehingga telah dapat menggunakan logika
untuk memecahkan masalah secara
konkret (Papalia et al., 2008). Proses
pematangan otak tidak terhenti pada
usia 10 tahun, namun berlanjut hingga
usia remaja, bahkan sampai usia 20
tahun (Giedd, 2002 cit. Spano, 2002).
Pada usia 10 tahun, berat otak anak
sudah mencapai 95% berat otak dewasa
(Soetjiningsih, 1995).
Salah satu cara untuk menilai perkembangan
anak pada masa kanak-
kanak pertengahan (6-12 tahun) ini
adalah dengan tes intelegensi individual
(tes IQ) (Soetjiningsih, 1995).
Intelegensi didefinisikan sebagai bentuk
kemampuan seseorang dalam memperoleh
pengetahuan (mempelajari dan
memahami), mengaplikasikan
pengetahuan (memecahkan masalah), serta
berfikir abstrak. Sedangkan Intelligence
Quotient atau IQ adalah skor yang
diperoleh dari tes intelegensi.
Kecerdasan ini diatur oleh bagian korteks otak
yang dapat memberikan kemampuan
untuk berhitung, beranalogi,
berimajinasi, dan memiliki daya
kreasi serta inovasi (Boeree, 2003).
Tinggi rendahnya tingkat inteligensi
anak dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor. Secara garis besar, faktor-faktor
tersebut dapat digolongkan menjadi
tiga, yaitu: (1) faktor genetik; (2)
faktor gizi; dan (3) faktor lingkungan
(Boeree, 2003).
Skor tes IQ yang diambil pada masa
kanak-kanak pertengahan
merupakan prediktor prestasi sekolah
yang cukup bagus, terutama bagi anak
dengan tingkat verbal yang tinggi,
dan skor yang dihasilkan jauh lebih dapat
diandalkan dibanding skor yang
didapat pada masa prasekolah (Papalia et al.,
2008).
Beberapa faktor lingkungan yang
mempunyai efek positif terhadap
kecerdasan anak antara lain:
hubungan orang tua dan anak, tingkat pendidikan
ibu, dan riwayat sosial-budaya
(Wibowo, et al., 1995). Mc Wayne (2004)
menjelaskan bahwa anak yang tumbuh
dengan penghasilan orang tua yang
rendah mempunyai risiko tertundanya
perkembangan kognitif lebih tinggi
dibandingkan anak yang tumbuh dengan
penghasilan orang tua yang tinggi.
Berdasarkan uraian di atas,
diketahui bahwa faktor gizi sangat esensial
bagi pertumbuhan dan perkembangan
otak. Keseimbangan antara asupan dan
kebutuhan zat gizi sangat
mempengaruhi pertumbuhan, perkembangan,
kecerdasan, kesehatan, aktivitas
anak, dan hal-hal lainnya. Oleh karena itu,
penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui hubungan status gizi dengan
tingkat kecerdasan intelektual (IQ)
pada anak usia sekolah dasar.
B. Rumusan
Masalah
1. Adakah hubungan antara status
gizi dengan tingkat kecerdasan intelektual
(IQ) pada anak usia sekolah dasar?
2. Selain status gizi, apakah
tingkat pendidikan ibu dan status sosial-ekonomi
orang tua juga berhubungan dengan
tingkat kecerdasan intelektual (IQ)
anak?
C. Tujuan
Penelitian
1. Untuk mengetahui hubungan antara
status gizi dengan tingkat kecerdasan
intelektual (IQ) pada anak usia
sekolah dasar.
2. Untuk mengetahui hubungan faktor
lain (tingkat pendidikan ibu dan status
sosial-ekonomi orang tua) dengan
tingkat kecerdasan intelektual (IQ)
anak.
3. Untuk mengetahui faktor yang
mempunyai hubungan paling kuat dengan
tingkat kecerdasan intelektual (IQ)
anak.
D. Manfaat
Penelitian
1. Aspek
Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi ilmiah
mengenai pengaruh status gizi
terhadap tingkat kecerdasan intelektual (IQ)
pada anak usia sekolah dasar serta
memberikan gambaran riil tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kecerdasan intelektual anak.
2. Aspek
Aplikatif
Penelitian ini diharapkan dapat
meningkatkan kesadaran para orang
tua akan pentingnya pemenuhan
kebutuhan gizi dan pemantauan status
gizi yang mendukung kecerdasan anak.
Bagi pihak sekolah sebagai
fasilitator pendidikan, penelitian
ini dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam mengambil kebijakan sekolah
yang berhubungan dengan upaya
peningkatan kecerdasan siswa. Bagi
praktisi kesehatan, penelitian ini dapat
menjadi bahan rujukan dalam usaha
perbaikan pelayanan gizi demi
menunjang perkembangan kecerdasan
anak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar