AR-RAZI DENGAN CORAK FILSAFATNYA
Abu Bakar Muhammad ibnu Zakaria Ibn Yahya al-Razi atau akrab disapa dengan nama Al-Razi, di Barat dikenal dengan nama Rhazes yang dilahirkan dan di besarkan di daerah Rayy (suatu daerah dekat Taheran persia) dan sekaligus tempat dimana dia meninggal. Ia di lahirkan pada tanggal 1 sya’ban 251 H/865 M, pada zaman kejayaan Abbasiyah dan meninggal dunia pada tanggal 5 Sya’ban 313 H/ 7 Oktober 925 M. waktu mudanya ia adalah seorang tukang intan dan suka akan music (kecapi). Selain itu ia juga sangat respek untuk mendalami dan mengeluti berbagai khasanah keilmuan seperti ilmu kimia, ilmu kedokteran dan dia juga tertarik untuk bergelut dibidang Filsafat Agama, dan dengan latar belakang pendidikan serta khazanah keilmuan yang dalam dan luas terutama dalam bidang kedokteran, didaerah kelahirannya Al-razi dikenal sebagai dokter yang sekaligus dipercayakan untuk memimpin Rumah sakit di Rayy.
Adapun metode pengembangan penyampaian pemikirannya adalah bersistem pengembangan daya intelektual, ketika ada pertanyaan maka pertanyaaan itu tidak langsung dijawabnya melainkan dilempar kepada murid-murid yang lain. Al-Razi termasuk orang yang aktif berkarya dan telah mendalami banyak bidang ilmu, adapun buku-buku yang pernah ditulisnya mencangkup ilmu kedokteran, Ilmu Fisika, logika, matematika dan astronomi, komentar-komentar, ringkasan dan ikhtisar, filsafat dan banyak lainnya. dan perbedaaan yang paling ekstrim yang dimiliki Al-Razi adalah tidak mengakui adanya wahyu dan adanya nabi. Dengan tidak mengakui sumber-sumber pengetahuan lain seperti wahyu dan adanya nabi maka tidak heran kalau karya-karyanya lebih banyak mendapat kecaman dari pada dipelajari oleh filusuf-filusuf islam yang lain.
C. Pokok – pokok pikiran Ar Razi
Metafisika
Ajaran Filsafat al Razi dikenal dengan istilah ajaran lima yang kekal , Prof. Dr. Harun Nasution dalam bukunya “filsafat dan mistikisme dalam islam” menjelaskan tentang lima ajaran kekal tersebut, antara lain:
1. Allah ( al-Bari ta’ala) Tuhan pencipta yang maha tinggi dan maha sempurna. Allahlah yang menciptakan dan mengatur seluruh Alam, Allah menciptakan Alam bukan dari tiada, tetapi dari sesuatu yang telah ada, karena itu alam semestinya tidak kekal sekalipun materi pertama kekal sebab penciptaan disini dalam arti disusun dari bahan yang telah ada. Ada tiga teori yang menerangkan asal kejadian alam semesta yang mendukung keberadaan tuhan, pertama : Paham yang mengatakan alam semesta ini ada dari yang tidak ada, ia terjadi dengan sendirinya, Kedua: Alam semesta ini berasal dari sel yang merupakan inti, Ketiga: Alam semesta ini ada yang menciptakannya.
2. Roh (An-Nafsul kuliyyah )
Roh atau jiwa adalah merupakan sumber kekal yang kedua, hanya saja ia tidak seMaha dengan Tuhan, karena ia terbatas dan tentu saja dengan keterbatasannuya itu membutuhkan Tuhan. Hal itu terlihat ketika jiwa, tertarik dengan materi pertama yang juga kekal. Untuk memenuhi hal itu, Tuhan membantu jiwa dengan membentuk alam ini (termasuk manusia) melalui materi pertama dengan susunan yang kuat, sehingga jiwa dapat mencari kesenangan didalamnya. sekaligus melengkapinya dengan akal agar ia tidak memperturutkan hawa nafsu
3. Materi ( Al-Hayulal Ula) Apa yang ditangkap panca indra tentang benda.
ia adalah substansi yang kekal, terdiri dari atom-atom. Ia kekal dan nantinya akan menjadi bahan terbentuknya alam. Didalam prosesnya materi yang paling padat akan menjadi substansi bumi, yang lebih renggang dari pada unsur bumi akan menjadi air, yang lebih renggang dari air akan menjadi udara, dan berikutnya api.
4. Ruang (Al-Makanul Mutlaq)
Menurut al-Razi, ruang adalah tempat keberadaan materi, kalau materi dikatakan kekal maka dia membutuhkan ruang yang kekal pula. Bagi al-razi ruang terbagi menjadi dua yakni ruang Universal (Mutlak) adalah ruang yang tidak terbatas dan tidak tergantung kepada dunia dan segala yang ada didalamnya. Sedangkan ruang tertentu (relatif) adalah sebaliknya.
5. Waktu (Az-Zamanul Mutlaq)
Waktu menurut Ar Razi adalah subtansi kekal yang mengalir. Dimana ia dibagi manjadi dua yaitu waktu relative (terbatas) dan waktu Universal (mutlak). Waktu relatif (al mahsur/alwaqt), Ini bersifat partikular dan tidak kekal karena ia bergantung pada gerak falak, terbit dan tenggelamnya matahari. Sedangkan Waktu Universal (al-dahr), Inilah zaman yang tidak memiliki awal dan akhir. Ia terlepas sama sekali dari ikatan alam semesta dan gerakan falak.
Harun Nasution dalam bukunya “Falsafat dan Mistisme” menjelaskan bahwa menurut al-Razi, dari lima yang kekal itu ada dua yang hidup, dan aktif atau bergerak yaitu Tuhan dan Jiwa atau Roh, satu darinya tidak hidup dan pasif yaitu materi, dan dua lagi yang tidak hidup, tidak bergerak dan tidak pula pasif yakni ruang dan waktu
Moral
Terkait dengan filsafat al-Razi tentang moral, dalam bukunya “al Thib al Ruhani dan al Sirah al Falsafiyyah” al-Razi memiliki pandangan bahwa moral harus berdasarkan petunjuk rasio. Dengan demikian hawa nafsu mesti diletakkan dibawah akal dan kendali agama, agar ia tidak melanggar larangan-larangan Agama. Berkaitan dengan jiwa, Al-Razi mengharuskan seorang dokter untuk mengetahui dan menguasai kedokteran jiwa, (al-Thibb al-Ruhani) dan kedokteran tubuh (al-Thibb al-Jasmani) secara bersamaan karena manusia membutuhkan hal itu secara bersama-sama pula. Hal ini menunjukkan bahwa antara keduanya memiliki korelasi yang segnifikan yang tidak bisa dipisah-pisahkan.
Kenabian
Al-Razi menyanggah anggapan bahwa untuk keteraturan kehidupan, manusia membutuhkan nabi serta wahyu yang diturunkan kepada manusia sebagai aturan serta pedoman dalam menselaraskan keterbatasan akal. Akal menurut al-Razi adalah karunia Allah yang terbesar untuk manusia, dengan akal manusia dapat memperoleh manfaat yang sebanyak-banyaknya bahkan dapat memperoleh pengetahuan tentang Tuhan, karena itu manusia tidak boleh menyia-nyiakan akal serta mengekang ruang gerak akal, akan tetapi memberi kebebasan sepenuhnya dalam segala hal.
Al-Razi adalah termasuk seorang Rasionalis murni, ia hanya mempercayai terahadap kekuatan akal dan menjadikan akal diatas segala-galanya. Al-Razi memiliki pandangan bahwa Ilmu penegetahuan berasal dari tiga sumber yaitu pemikiran yang didasarkan pada logika, Tradisi dari para pendahulu kepada para pengganti yang didasarkan pada bukti menyakinkan dan akurat seperti dalam sejarah dan yang menuntun manusia tanpa memerlukan banyak pemikiran.
Kesimpulan
Al-Razi mengakui akan adanya Tuhan namun tidak mengakui adanya wahyu serta nabi yang diutusnya, dan sebaliknya dia mempercayai kemajuan dan pemikiran manusia dan menjadikan akal sebagai tolak ukuran untuk menilai baik dan buruk, benar dan jahat, atau berguna dan tidak berguna. A. Mustofa dalam bukunya “filsafat Islam” menjelaskan bahwa Sehubungan dengan adannya penolakan terhadap wahyu dan kenabian serta tidak mengakui adanya semua agama, maka dia dipandang dari segi teologi Islam adalah belum muslim karena keimanan yang dipeluknya tidak konsekuen. Dan tidak juga dikatakan seoran atheis karena ia masih tetap menyakini akan adanya Tuhan yang maha kuasa dan pencipta dan ia lebih tepat disebut seorang “ Rasionalis murni”. Dalam banyak kitab, kita temukan bahwa al-Razi termasuk diantara pemikir-pemikir islam dan dokter-dokter orang islam yang tiada tanding[12].dalam bidang filsafat dia dikenal sangat kritis terhadap pandangan-pandangan dan tradisi orang lain dilingkungannya, dengan kritisnya dalam pandangan filsafat dia digolongkan sebagai muslim yang memproduksi filsafat Islam. Dalam karya yang lain yang berjudul “baar al-sa’ah dan sirr al-asrar”, al-Razi menulis sebuah ungkapan “ Semoga Allah melimpahkan shalawat kepada ciptaannya yang terbaik, nabi Muhammad dan keluarganya”, dan masih ada lagi catatan-catatan yang lain, yang mana dari catatan ini menunjukkan bahwa al-Razi benar-benar seorang Filusuf Muslim.[13]
PEMIKIRAN FILSAFAT AL GHAZALI
Sebagai seorang filsuf, Al Ghazali banyak mengkritik pendapat-pendapat filsuf yang dianggapnya rancu. Dia mengkritik para filsuf (al farabi dan ibnu sina) dalam bukunya yang berjudul tahafut al falasifah, dalam memberikan jawaban terhadap kritik Al Ghazali ini, ibnu rusyd menulis buku yang berjudul tahafut al tahafut. Perang pena ini menjadi daya terik tersendiri untuk dikaji secara lebih mendalalm.
1. Biografi singkat Al-Ghazali
Nama lengkapnya adalah Miuhammmad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Abu Hamid Al Ghazali. Al Ghazali di lahirkan pada tahun 450 M di Thus, suatu kota yang terletak di Khurosan. Di kampung halamannya Al Ghazali meninggal dunia, pada tahun 505 H/ 1111 M. pada usia 55 tahun.
2. Konsep Filsafat Al Ghazali
Dalam menyampaikan pendapatnya, Al Ghazali banyak mengeritik para filsuf dengan bukunya yang berjudul tahafut al falasifah, Tetapi Ibnu Rusyd tidak mau kalah, dia lalu memberikan jawaban terhadap keritik Al Ghazali tersebut dan menyerang balik Al Ghazali, dengan buku nya yang berjudul tahafut al tahafut. Tidak hanya sampai disini, serangan pena terhadap Al Ghazali oleh Ibnu Rusyd terlihat sengit dengan buku yang ditulis Ibnu Rusyd fashl al maqal fi ma bayna al hikmah wa asy-syai’ah min al ittihal, _buku ini ditulis untuk mengkritik pendapat-pendapat Al Ghazali di kitab faishal al tafriqah bayna al islam wa az-zandaqah.
Diantara hasil pemikiran Al Ghazali sebagai mana yang di tulis dalam kitab al munqiz min al dhalal . dia berpendapat bahwa pengetahuan yang paling benar adalah pengetahuan intuisi/makrifah yang disinari oleh Allah langsung kepada seseorang. Pengetahuan mistiklah yang membuat dia yakin dan merasa tenang setelah dia dilanda keraguan yang hebat.
Al Ghazali membagi pengetahuan itu kepada tiga tingkat, yaitu pengetahuan orang awam, pengetahuan kaum intelektual, dan pengetahuan kaum sufi. Orang awam menerima berita tanpa penyelidikan atau observasi terlebih dahulu.
b. Filsafat metafisika.
Al Ghazali menghantam pendapat filsuf-filsuf yunani, dan juga ibnu sina c.s., dalam dua puluh masalah, diantara yang terpenting adalah: tentang @dalil-dalil aristoteles tentang azalinya dunia dan alam. Disini Al Ghazali berpendapat bahwa alam dari tidak ada menjadi ada sebab diciptakan oleh tuhan, @ tentang pastinya keabadian alam. Ia berpendapat bahwa kepastian keabadian alam terserah kepada tuhan semata-mata, mungkin saja alam itu terus menerus tiada akhir apabila tuhan menghendaki. Akan tetapi, bukanlah suatu kepastian adanya keabadian alam disebabkan oleh dirinya sendiri diluar kehendak tuhan. @ pendapat filsuf tentang tuhan hanya mengetahui hal-hal yang besar saja, tetapi tidak mengetahui hal-hal yang lecil (juziat).
C. Etika / Akhlak.
Menurut Al Ghazali, ada tiga tujuan mempelajari akhlak,yaitu:
a. Mempelajari akhlak hanya sekedar sebagai setudi murni teoritis, yang berusaha memahami ciri murni kesusilaan (moralitas), tetapi tanpa bermaksud mempengaruhi prilaku orang yang mempelajarinya.
b. Memplajari akhlak sehingga meningkatkan sikap dan prilaku sehari-hari.
c. Karna akhlak terutama merupakan subyek teoritis yang berkenaan dengan usaha menemukan kebenaran tentang hal-hal moral, maka dalam mempelajari akhlak harus mendapat kritik terus-menerus mengenai standar moralitas yang ada, sehingga akhlak menjadi suatu subyek praktis, seakan-akan tanpa maunya sendiri.
Berdasarkan pendapatnya ini, dapat dikatakn bahwa akhlak yang dikembangkan Al Ghazali bercorak teleologis (ada tujuannya), sebab ia menilai amal dengan mengacu pada akibatnya.
Kebahagiaan ukhrawi mempunyai empat ciri khas, yakni: berkelanjutan tanpa akhir, kegembiraan tanpa duka cita, pengetahuan tapa kebodohan dan kecukupn (ghina) yang tdak memutuhkan apa-apa lagi guna keputusan yang sempurna. Tentu saja kebahagiaan yang di maksud Al Quran dan Al Hadis adalah surga, sedangkan tempat kesengsaraan adalah Neraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar