Selasa, 08 November 2011

Transplantasi Organ Babi dalam perspektif Islam


  A.    PENGERTIAN TRANSPLANTASI
Transplantasi berasal dari bahasa Inggris “to transplant”, yang berarti “to move from one place to another” (bergerak dari satu tempat ke tempat lain). Adapun pengertian menurut ahli ilmu kedokteran, transplantasi itu ialah : Pemindahan jaringan atau organ dari tempat satu ke tempat lain. Yang dimaksud jaringan di sini ialah : Kumpulan sel-sel (bagian terkecil dari individu) yang sama mempunyai fungsi tertentu. Yang dimaksud organ ialah : Kumpulan jaringan yang mempunyai fungsi berbeda sehingga merupakan satu kesatuan yang mempunyai fungsi tertentu, seperti jantung, hati dan lain-lain.
Sedangkan transplantasi dalam literatur Arab kontemporer dikenal dengan istilah naql al-a’da’ atau juga disebut dengan zar’u al-a’da’. Kalau dalam literatur Arab klasik transplantasi disebut dengan istilah al-was (penyambungan). Adapun pengertian transplantasi secara terperinci dalam literatur Arab klasik dan kontemporer sama halnya dengan keterangan ilmu kedokteran di atas. Sedang transplantasi di Indonesia lebih dikenal dengan istilah pencangkokan.
Melihat dari pengertian di atas, Djamaluddin Miri membagi transplantasi itu pada dua bagian :
  1. Transplantasi jaringan seperti pencangkokan kornea mata.
  2. Transplantasi organ seperti pencangkokan organ ginjal, jantung dan sebagainya.
Melihat dari hubungan genetik antara donor (pemberi jaringan atau organ yang ditransplantasikan) dari resipien (orang yang menerima pindahan jaringan atau organ), ada tiga macam pencangkokan :
1)      Auto transplantasi, yaitu transplantasi di mana donor resipiennya satu individu. Seperti seorang yang pipinya dioperasi, untuk memulihkan bentuk, diambilkan daging dari bagian badannya yang lain dalam badannya sendiri.
2)      Homo transplantasi, yakni di mana transplantasi itu donor dan resipiennya individu yang sama jenisnya, (jenis di sini bukan jenis kelamin, tetapi jenis manusia dengan manusia).
3)   Hetero transplantasi ialah yang donor dan resipiennya dua individu yang berlainan jenisnya, seperti transplantasi yang donornya adalah hewan sedangkan resipiennya manusia.
Pada homo transplantasi ini bisa terjadi donor dan resipiennya dua individu yang masih hidup, bisa juga terjadi antara donor yang telah meninggal dunia yang disebut cadaver donor, sedang resipien masih hidup.
Pada auto transplantasi hampir selalu tidak pernah mendatangkan reaksi penolakan, sehingga jaringan atau organ yang ditransplantasikan hampir selalu dapat dipertahankan oleh resipien dalam jangka waktu yang cukup lama.
Pada homo transplantasi dikenal tiga kemungkinan :
a)      Apabila resipien dan donor adalah saudara kembar yang berasal dari satu telur, maka transplantasi hampir selalu tidak menyebabkan reaksi penolakan. Pada golongan ini hasil transplantasinya serupa dengan hasil transplantasi pada auto transplantasi.
b)      Apabila resipien dan donor adalah saudara kandung atau salah satunya adalah orang tuanya, maka reaksi penolakan pada golongan ini lebih besar daripada golongan pertama, tetapi masih lebih kecil daripada golongan ketiga.
c)      Apabila resipien dan donor adalah dua orang yang tidak ada hubungan saudara, maka kemungkinan besar transplantasi selalu menyebabkan reaksi penolakan.
Pada waktu sekarang homo transplantasi paling sering dikerjakan dalam klinik, terlebih-lebih dengan menggunakan cadaver donor, karena :
ü  Kebutuhan organ dengan mudah dapat dicukupi, karena donor tidak sulit dicari.
ü  Dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat, terutama dalam bidang    immunologi, maka reaksi penolakan dapat ditekan seminimal mungkin.
Pada hetero transplantasi hampir selalu meyebabkan timbulnya reaksi penolakan yang sangat hebat dan sukar sekali diatasi. Maka itu, penggunaanya masih terbatas pada binatang percobaan. Tetapi pernah diberitakan adanya percobaan mentransplantasikan kulit babi yang sudah di iyophilisasi untuk menutup luka bakar yang sangat luas pada manusia. Sekarang hampir semua organ telah dapat ditransplantasikan, sekalipun sebagian masih dalam taraf menggunakan binatang percobaan, kecuali otak, karena memang tehnisnya amat sulit. Namun demikian pernah diberitakan bahwa di Rusia sudah pernah dilakukan percobaan mentransplantasikan kepala pada binatang dengan hasil baik.

B.     TRANSPLANTASI ORGAN BABI
Adapun mengenai masalah pemanfaatan jaringan sel dan organ tubuh babi untuk tujuan medis diantara para ulama’ terdapat perbedaan pendapat. Kalangan Syafi’iyah berpendapat bahwa seseorang boleh menyambung tulangnya dengan benda najiz, jika memang tidak ada benda lain yang sama atau lebih efektif. Jadi, organ babi baru dibolehkan jika tidak ada organ lain yang menyamainya. Menurut kalangan Hanafiyah, berobat dengan barang haram tidak diperbolehkan,  Beberapa di antara mereka menganggap obat-obatan tidak termasuk dalam kategori kebutuhan mendesak seperti halnya makanan. Untuk memperkuat pendapat ini, mereka mengutip hadits yang berbunyi:
“Sesungguhnya Allah tidak menyediakan obat bagi kamu dalam apa-apa yang Dia haramkan untukmu.”
Majelis Ulama Port Elizabeth berpendapat bahwa karena babi berikut seluruh bagian tubuhnya dianggap najis berat (najasat al ghalizhah) oleh syari’at, maka haram pula mengambil manfaat apapun dari hewan ini sekalipun untuk tujuan medis.
Di pihak lain ada yang menyamakan keterdesakan medis dengan keterdesakan dalam hal makanan, karena keduanya sama-sama penting bagi kelangsungan hidup. Al Qur’an mengizinkan orang islam yang terdesak oleh kelaparan untuk mengkonsumsi daging babi :
“…Tetapi barangsiapa dalam keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, ,maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.”  (Q.S. Al baqarah:173)
Karena itu, pemanfaatan  jaringan sel atau organ tubuh babi untuk menyelamatkan nyawa manusia hukumnya adalah boleh. Tiga kutipan berikut ini adalah sebagian di antara pandangan-pandangan yang memperbolehkan transplantasi organ tubuh babi pada manusia:
1.      Akademi Fikih Islam Liga Dunia Muslim, Mekah, Arab Saudi, berpendapat boleh mentransplantasi hewan yang dagingnya haram dimakan pada tubuh manusia atas dasar kebutuhan yang mendesak
2.      Akademi Fikih Islam India juga membenarkan pengambilan organ hewan yang dagingnya haram dimakan atau organ hewan yang halal dimakan tapi tidak disembelih  secara islami untuk ditransplantasikan pada tubuh manusia. Namun kebolehan ini dibatasi oleh dua syarat: pertama tidak ada lagi jalan keluar yang lain, kedua, nyawa si penerima organ dalam bahaya atau organ tubuhnya rusak dan tidak dapat di perbaiki lagi.
3.      Dr.Fayshal Ibrahim Zhahir berpandangan bahwa boleh mentransplantasikan organ tersebut pada tubuh manusia berdasarkan prinsip fikih tentang keterdesakan yang membuat hal-hal terlarang menjadi boleh. Dengan demikian, kebolehan dalam kasus ini bersifat kondisional, yakni boleh dilakukan hanya apabila tidak ada organ tubuh hewan yang halal.

 Penutup
1.      Pengetian Transplantasi
Pemindahan jaringan atau organ dari tempat satu ke tempat lain. Yang dimaksud jaringan di sini ialah : Kumpulan sel-sel (bagian terkecil dari individu) yang sama mempunyai fungsi tertentu.
 
2.   Hukum Transplantasi
Hukum Mendonorkan organ tubuh dari manusia yang masih hidup
Pendapat pertama, Hukumnya tidak Boleh (Haram).
“dan jangan lah kamu membunuh dirimu sendiri,sesungguhnya Allah maha penyayang kepadamu “ ( Q.S.An-Nisa’:4:29)
“ Menghindari kerusakan didahulukan dari menarik kemaslahatan”
Pendapat kedua, Hukumnya Boleh atau mubah
Darurat akan membolehkan yang diharamkan”
“ Dan saling tolong menolonglah kamu dalam kebaikan dan taqwa dan janganlah kamu saling tolong monolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan”
Hukum Transplantasi Dengan Hewan Najis, Kalangan Syafi’iyah berpendapat, bahwa seorang boleh melakukan tranplantasi dengan benda najis, jika memang tidak ada benda lain yang sama atau efektif. Namun, menurut kalangan Hanafiyah, berpendapat berobat dengan barang haram, tidak dibolehkan.
“Sesungguhnya Allah tidak menjadikan obat bagi kalian di dalam sesuatu yang haram”





Tidak ada komentar:

Posting Komentar